Bismillaahirrohmaanirrohim
Halo sobats... Harusnya artikel ini tayang semalam, berhubung tidak segera diunggah jadilah saya posting di pagi setelah subuh ini. BTW, di artikel kali ini sedikit berhubungan keluarga yang mengajarkan banyak hal. Apalagi untuk saya yang masuk pada keluarga suami yang walaupun masih terbilang baru bergabung beberapa tahun saja. Namun sungguh terasa dampak yang ditimbulkan dari kepergian salahsatu anggota keluarga.
Seperti yang pernah saya tulis dalam artikel Jantungnya Sebuah Keluarga, di sana saya menceritakan bagaimana ketidakhadiran ibu mertua dalam hunian yang selama kurang lebih 3 tahun ini saya tempati. Hal ini dikarenakan beliau tengah sakit yang bisa dikatakan sangat dadakan. Dan dalam jangka waktu yang sangat singkat tersebut, walau sempat dirawat di rumah sakit, berakhir dengan kepergian ibu mertua untuk selama-lamanya tanpa memberi kami kesempatan untuk merawat almarhumah untuk kedua kalinya.
Padahal keputusan kami memilih jalan tersebut dengan harapan agar beliau bisa memiliki kesempatan untuk hidup lebih panjang lagi sekalipun kecil kemungkinannya akan bisa kembali seperti semula. Tapi kami sudah siap dengan konsekuensi tersebut. Karena kami ingin bisa memperbaiki apa yang belum bisa kami lakukan sebelum almarhumah sakit.
Hingga akhirnya dalam situasi tertentu membuat kami cukup menyesali hal-hal yang telah kami lakukan di masa kemarin, ketika almarhumah masih ada, masih bersama kami, menjalankan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.
Andai dulu kami sering mengajak beliau untuk bareng-bareng makan di luar rumah, bepergian, bercengkrama, berdiskusi, cerita-cerita apa yang telah terjadi di hari itu, kemungkinan akan bisa membuat beban pikiran almarhumah tidak berlebihan dalam menanggung kesendirian.
Hal-hal seperti inilah yang kini kerap kali menghantui kami. Terlebih lagi almarhumah tidak memberikan pesan-pesan terakhir sebelum kepergiannya. Sempat ada sedikit pesan tersirat dari rekan kerja di pabrik almarhumah yang ditujukan untuk saya dan suami. Meski demikian, karena serba dadakan dan cepat inilah, berulang kali kami seluruh anggota keluarga masih sering dihinggapi rasa penyesalan ketika ibu mertua masih ada.
Andai saja usia ibu mertua tidak sepanjang itu, pasti kami bisa lebih peduli lagi dengan beliau. Andai saja, andai saja, andai saja,...
Kalau dibilang ikhlas ya sedikit ikhlas ya, karena secepat itu waktunya. Masih belum percaya bahwa ibu mertua telah tiada. Apalagi setelah tiga minggu berlalu, beliau seperti masih menjalankan aktivitas bersama kami secara tidak langsung. Baju yang biasa dikenakannya juga masih tergantung rapi di kamar beliau. Baju harian juga masih ada di ranjang. Aroma tubuh beliau di baju-baju yang digunakan saat setelah di pabrik juga masih terasa wanginya.
Apakah seperti ini merindukan seseorang yang berbeda dimensi? Mengapa harus ada penyesalan di akhir? Nggak heran jika akhirnya rumah jadi lebih sepi daripada sebelumnya setelah kepergiannya. Andai waktu bisa diputar kembali.
Mohon doanya, semoga ibu mertua kami Husnul Khotimah, diampuni segala dosa-dosanya, diterima amal ibadahnya, diluaskan, dan diterangkan kuburnya, dijauhkan dari segala siksa kubur. Bi idznillah, al fatihah.
Terima kasih untuk sobats yang telah membaca dan berkunjung ke tulisan saya kali ini. Maaf sedikit sendu ya pagi ini. Semoga kedepannya kami bisa belajar banyak dari apa yang telah terjadi di masa lampau, dan kembali menjadi pribadi yang lebih baik versi kami. Mohon dukungannya.
Sampai jumpa pada artikel berikutnya,
Tabik
Mbak Ruroh MyId
Posting Komentar
Posting Komentar